TKI DI
SABAH. Pejabat Pensosbud Konsul RI di Tawau, Widoratno Rahendra Jaya
mengecek langsung kondisi 193 TKI di barak pengungsian Embara Budi, Felda
Sahabat, Lahad Datu Sabah, Jumat, 8 Maret 2013. Nursyiah, TKI asal Bulukumba
mengaku sering cemas dan tidak bisa tidur mendengar bunyi tembakan dan laju
pesawat patrol Malaysia yang sedang melaksanakan Operasi Daulat. (Foto:
JAWAPOS)
Buntut
Ketegangan di Lahad Datu, Malaysia:
TKI Asal
Bulukumba Cemas
Harian
Fajar, Makassar
Sabtu, 09
Maret 2013
SABAH, FAJAR
-- Konsulat Republik Indonesia Tawau telah merelokasi 162 Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) dari titik konflik antara militer Malaysia dan pasukan Kesultanan
Sulu. TKI tersebut berada tepat di titik yang menjadi basis pertahanan pasukan
Sulu.
Konsul
Konsulat RI Tawau, Muhammad Soleh, mengungkapkan, 162 TKI tersebut telah
diidentifikasi berada di perusahaan kelapa sawit Felda Sahabat di Blok 17.
Titik ini yang disusupi oleh pasukan Sulu setelah terdesak oleh pasukan militer
Malaysia.
"Mereka
sekarang tidak dipekerjakan di Blok 17. Blok 17 itu berdekatan langsung dengan
Kampung Tandao," ujar Muh Soleh di Kantor Konsulat RI Tawau, Jumat, 8
Maret.
Kampung Tandao
merupakan titik yang menjadi lokasi penyusupan pasukan bersenjata Sulu. Selain
162 TKI itu, Felda Sahabat juga merelokasi 38 anggota keluarganya. Pihak Felda
sendiri, kata Soleh, sudah melakukan pertemuan dengannya untuk membahas kondisi
para TKI yang berada di Blok 17 Laha Datu.
Ia
menambahkan, keadaan mereka baik dan semuanya dijamin oleh Felda. Akomodasi
mereka ditanggung oleh perusahaan kelapa sawit terbesar tersebut dan juga
kebutuhan makanannya. Soleh membantah adanya TKI yang mengungsi.
Kendati
direlokasi, gaji para TKI itu tetap dibayarkan oleh perusahaan. Ke-162 TKI itu
akan direlokasi ke tempat yang jauh dari titik basis penyusupan pasukan Sulu.
Lahan
Felda
Sahabat, luasnya mencapai 110 ribu hektare. Dari luas tersebut, total terdapat
48 blok lahan Felda. Namun, Blok 17 inilah yang paling rawan akibat masuknya
pasukan Sulu dan membangun pertahanannya di sana. Tempat itu dihuni oleh warga
Tandao.
"Mereka
itu akan dipekerjakan secepatnya. Itu pengaturan manajemen untuk menambah
pekerja-pekerja di blok-blok yang lain," imbuh Soleh. Soleh juga
menegaskan sejauh ini belum ada eksodus warga Indonesia dari Malaysia ke
Indonesia via Pelabuhan Tawau atau Pelabuhan Nunukan. Menurutnya, memang sempat
terjadi lonjakan penumpang di Nunukan, namun itu bukan eksodus melainkan
penumpang biasa yang akan ke Parepare.
Memang
terlihat banyak penumpangnya karena kapal yang akan Parepare dari Nunukan tidak
setiap hari datang. "Tidak ada eksodus. Mereka (pasukan Sulu) sudah
terkurung di kawasan yang terisolasi. Dan mereka akan disisir terus,"
tandasnya.
Namun ia
mengakui, persiapan memang ada di Nunukan. Menurutnya, persiapan itu memang
wajar dengan adanya peningkatan ketegangan di Lahad Datu. Justru aneh, kata
dia, kalau tak ada perisapan sama sekali.
Sejumlah TKI
juga sempat panik saat gerilyawan Sulu berangsur datang ke Kampung Tanduo.
Titik kumpul gerilyawan itu hanya beberapa ratus meter dari barak sehari-hari
mereka tinggal di Blok 17 Felda Sahabat. "Mereka memakai pakaian
hitam-hitam, memakai ikat kepala dan sering baris berbaris,"
ujarnya.
Tiga hari
setelah rombongan gerilyawan Sulu itu datang, mereka segera diungsikan ke
Embara Budi. "Barang "barang dari camp yang bisa dibawa ya
dibawa," kata pria yang tinggal di Felda Sahabat bersama istrinya itu.
Agus Panna,
TKI dari Makassar juga sempat melihat rombongan gerilyawan Sulu. "Mereka
membawa bendera putih ada gambar kerisnya warnanya hitam," katanya. Karena
tampak asing dan aneh, dia takut mendekat. "Sebelum mereka datang kami
baik dengan penduduk Tanduo, sering bercakap-cakap," katanya.
Kampung
Tanduo bukan termasuk wilayah Felda Sahabat, namun hanya dibatasi sebuah
sungai. Sekitar 1000 warga kampung Tanduo sekarang juga tinggal bersama TKI di
barak Embara Budi, pengungsian yang terdekat dengan lokasi baku tembak.
Nursyiah,
TKI asal Bulukumba mengaku sering cemas dan tidak bisa tidur mendengar bunyi
tembakan dan laju pesawat patrol Malaysia yang sedang melaksanakan Operasi
Daulat. "Awal dengar bom, saya malah menangis," ujar wanita yang
sudah belasan tahun tinggal di Lahad Datu sebagai TKI itu.
Dia juga
punya keluarga di Sulawesi Selatan yang sering menelepon karena panik.
"Tapi, saya yakinkan bahwa kami aman," ujar perempuan berjilbab ini.
Di Negara
Bagian Sabah Malaysia, TKI dan warga keturunan Sulsel, tak semuanya bekerja di
perkebunan sawit, namun ada juga yang di tambak, industri, dan bisnis. Selain
di Lahad Datu, TKI juga berada di Tawau, Sampurna, dan Kuna. Total terdapat 150
ribu TKI dan keluarganya di Sabah. Jumlah TKI dan WNI di Sabah sebanyak 236
ribu.
Lalu
bagaimana sikap Indonesia terkait konflik antara Malaysia dan Kesultanan Sulu
tersebut? Soleh mengatakan, Indonesia mendukung Malaysia. Menurutnya ASEAN
harus solid. Langkah yang diambil Kesultanan Sulu justru tak didukung oleh
negaranya sendiri. "Filipina saja tak mendukungn," ujar Soleh.
Sementara
itu, Presiden Persatuan Rumpun Bugis Melayu Malaysia, Samsul Alang Hamsah,
mengungkapkan, sejauh ini warga asal Sulsel belum resah dengan adanya
peningkatan ketegangan di Lahad Daru. Menurutnya, tak ada warga Bugis Makassar
yang terlibat dalam konflik tersebut. "Mereka baik-baik saja,"
katanya. (zuk/pap)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar