Minggu, 07 April 2013

TKI Asal Bulukumba Cemas


TKI DI SABAH. Pejabat Pensosbud Konsul RI di Tawau, Widoratno Rahendra Jaya mengecek langsung kondisi 193 TKI di barak pengungsian Embara Budi, Felda Sahabat, Lahad Datu Sabah, Jumat, 8 Maret 2013. Nursyiah, TKI asal Bulukumba mengaku sering cemas dan tidak bisa tidur mendengar bunyi tembakan dan laju pesawat patrol Malaysia yang sedang melaksanakan Operasi Daulat. (Foto: JAWAPOS) 

Buntut Ketegangan di Lahad Datu, Malaysia:
TKI Asal Bulukumba Cemas
Harian Fajar, Makassar
Sabtu, 09 Maret 2013 

SABAH, FAJAR -- Konsulat Republik Indonesia Tawau telah merelokasi 162 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari titik konflik antara militer Malaysia dan pasukan Kesultanan Sulu. TKI tersebut berada tepat di titik yang menjadi basis pertahanan pasukan Sulu.
Konsul Konsulat RI Tawau, Muhammad Soleh, mengungkapkan, 162 TKI tersebut telah diidentifikasi berada di perusahaan kelapa sawit Felda Sahabat di Blok 17. Titik ini yang disusupi oleh pasukan Sulu setelah terdesak oleh pasukan militer Malaysia.
"Mereka sekarang tidak dipekerjakan di Blok 17. Blok 17 itu berdekatan langsung dengan Kampung Tandao," ujar Muh Soleh di Kantor Konsulat RI Tawau, Jumat, 8 Maret.
Kampung Tandao merupakan titik yang menjadi lokasi penyusupan pasukan bersenjata Sulu. Selain 162 TKI itu, Felda Sahabat juga merelokasi 38 anggota keluarganya. Pihak Felda sendiri, kata Soleh, sudah melakukan pertemuan dengannya untuk membahas kondisi para TKI yang berada di Blok 17 Laha Datu.
Ia menambahkan, keadaan mereka baik dan semuanya dijamin oleh Felda. Akomodasi mereka ditanggung oleh perusahaan kelapa sawit terbesar tersebut dan juga kebutuhan makanannya. Soleh membantah adanya TKI yang mengungsi.
Kendati direlokasi, gaji para TKI itu tetap dibayarkan oleh perusahaan. Ke-162 TKI itu akan direlokasi ke tempat yang jauh dari titik basis penyusupan pasukan Sulu. Lahan
Felda Sahabat, luasnya mencapai 110 ribu hektare. Dari luas tersebut, total terdapat 48 blok lahan Felda. Namun, Blok 17 inilah yang paling rawan akibat masuknya pasukan Sulu dan membangun pertahanannya di sana. Tempat itu dihuni oleh warga Tandao.
"Mereka itu akan dipekerjakan secepatnya. Itu pengaturan manajemen untuk menambah pekerja-pekerja di blok-blok yang lain," imbuh Soleh. Soleh juga menegaskan sejauh ini belum ada eksodus warga Indonesia dari Malaysia ke Indonesia via Pelabuhan Tawau atau Pelabuhan Nunukan. Menurutnya, memang sempat terjadi lonjakan penumpang di Nunukan, namun itu bukan eksodus melainkan penumpang biasa yang akan ke Parepare.
Memang terlihat banyak penumpangnya karena kapal yang akan Parepare dari Nunukan tidak setiap hari datang. "Tidak ada eksodus. Mereka (pasukan Sulu) sudah terkurung di kawasan yang terisolasi. Dan mereka akan disisir terus," tandasnya.
Namun ia mengakui, persiapan memang ada di Nunukan. Menurutnya, persiapan itu memang wajar dengan adanya peningkatan ketegangan di Lahad Datu. Justru aneh, kata dia, kalau tak ada perisapan sama sekali.
Sejumlah TKI juga sempat panik saat gerilyawan Sulu berangsur datang ke Kampung Tanduo. Titik kumpul gerilyawan itu hanya beberapa ratus meter dari barak sehari-hari mereka tinggal di Blok 17 Felda Sahabat. "Mereka memakai pakaian hitam-hitam,  memakai ikat kepala dan sering baris berbaris," ujarnya.
Tiga hari setelah rombongan gerilyawan Sulu itu datang, mereka segera diungsikan ke Embara Budi. "Barang "barang dari camp yang bisa dibawa ya dibawa," kata pria yang tinggal di Felda Sahabat bersama istrinya itu.
Agus Panna, TKI dari Makassar juga sempat melihat rombongan gerilyawan Sulu. "Mereka membawa bendera putih ada gambar kerisnya warnanya hitam," katanya. Karena tampak asing dan aneh, dia takut mendekat. "Sebelum mereka datang kami baik dengan penduduk Tanduo, sering bercakap-cakap," katanya.
Kampung Tanduo bukan termasuk wilayah Felda Sahabat, namun hanya dibatasi sebuah sungai. Sekitar 1000 warga kampung Tanduo sekarang juga tinggal bersama TKI di barak Embara Budi, pengungsian yang terdekat dengan lokasi baku tembak.
Nursyiah, TKI asal Bulukumba mengaku sering cemas dan tidak bisa tidur mendengar bunyi tembakan dan laju pesawat patrol Malaysia yang sedang melaksanakan Operasi Daulat. "Awal dengar bom, saya malah menangis," ujar wanita yang sudah belasan tahun tinggal di Lahad Datu sebagai TKI itu.
Dia juga punya keluarga di Sulawesi Selatan yang sering menelepon karena panik. "Tapi, saya yakinkan bahwa kami aman," ujar perempuan berjilbab ini.
Di Negara Bagian Sabah Malaysia, TKI dan warga keturunan Sulsel, tak semuanya bekerja di perkebunan sawit, namun ada juga yang di tambak, industri, dan bisnis. Selain di Lahad Datu, TKI juga berada di Tawau, Sampurna, dan Kuna. Total terdapat 150 ribu TKI dan keluarganya di Sabah. Jumlah TKI dan WNI di Sabah sebanyak 236 ribu.
Lalu bagaimana sikap Indonesia terkait konflik antara Malaysia dan Kesultanan Sulu tersebut? Soleh mengatakan, Indonesia mendukung Malaysia. Menurutnya ASEAN harus solid. Langkah yang diambil Kesultanan Sulu justru tak didukung oleh negaranya sendiri. "Filipina saja tak mendukungn," ujar Soleh.
Sementara itu, Presiden Persatuan Rumpun Bugis Melayu Malaysia, Samsul Alang Hamsah, mengungkapkan, sejauh ini warga asal Sulsel belum resah dengan adanya peningkatan ketegangan di Lahad Daru. Menurutnya, tak ada warga Bugis Makassar yang terlibat dalam konflik tersebut. "Mereka baik-baik saja," katanya. (zuk/pap) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar